Blog milik Ria Rochma, blogger Gresik, Jawa Timur. Tulisan tentang parenting, gaya hidup, wisata, kecantikan, dan tips banyak ditulis di sini.

Menggali Kenangan dan Merajut Passion di Kota-Kota Kenangan [Day 3]

| on
Kamis, November 22, 2018
Sebagai anak pertama, perempuan pula, nggak ada bayangan dalam diri saya untuk bisa hidup di luar kota yang jauh dari pengawasan orang tua. Apalagi almarhum bapak itu orangnya kadang kala over protect banget sama anak perempuannya ini. Saya ingat, dulu nggak boleh ikut les renang. Padahal teman-teman saya sekompleks nih lagi hits banget ikutan les renang. Sebenarnya alasan beliau bagus sih, tapi ketika itu nggak bisa saya terima dengan nalar seorang anak-anak yang menginjak masa remaja. Alasannya, karena renang itu dekat banget dengan mengumbar aurot. Lha jaman dulu kan belum ada itu yang jual baju renang khusus muslimah.

Jadi ketika saya memutuskan untuk sekolah di luar kota dan orang tua saya mengizinkan, rasanya seperti mendapatkan durian runtuh berkilo-kilo beratnya. Antara bahagia, bebas, merasa dihargai dengan keputusan yang saya buat dan bersemangat.

Apakah pindah ke luar kota itu benar-benar menyenangkan? Ternyata nggak, Saudara. Haha, sok-sok saya saja awalnya berfikir bakal menyenangkan jauh dari orang tua. Tapi ternyata menyesuaikan dirinya itu butuh waktu yang lumayan karena saya belum punya kemampuan untuk nggak home sick. Sambil saya cerita di mana saja saya tinggal, sekalian saya cerita gimana rasanya jauh dari orang tua. 


- JOMBANG -

Entah apa yang ada dipikiran saya ketika lulus SMP dan mau saja diajak saudara untuk pindah ke kota ini. Setelah lulus SMP, yang ada dipikiran saya ketika itu adalah saya ingin masuk pesantren, tanpa ada alasan apapun. Tanpa ada alasan ingin memperbaiki kualitas ibadah saya, kemampuan belajar agama, endebrai. Nggak. Cuma ingin ajah. Udah, titik.

Keinginan untuk sekolah di luar kota itu mudah, wong cuma memutuskan saja kan ya? Tapi realita tak seindah yang ada di scene drama Korea. Ceritanya, setelah lulus SMP saya sebenarnya juga mendaftar di salah satu sekolah negeri favorit di Gresik, kota saya tinggal. Kok ya saya keterima, Alhamdulillah. Tapi lima hari menjelang berakhirnya masa daftar ulang, tiba-tiba Bapak tanya, “Jadi ke Jombang apa tetap di Gresik?”
Karena jauh-jauh hari saya sudah datang ke pesantren yang akan saya tempati, setidaknya saya punya gambaran saya harus bagaimana di sana dan persiapan apa saja yang saya perlukan. Tanpa berfikir panjang pertanyaan Bapak saya jawab dengan kalimat, “Jombang saja, Bapak”.



Awal-awal masuk pesantren, saya masih ngerumpi hahahihi dengan teman-teman SMP saat liburan tiba. Seorang teman laki-laki berkata tentang kegilaan seorang pendaftar SMA favorit di Gresik yang memilih untuk tidak daftar ulang tapi memilih untuk sekolah di pesantren. Sempat kaget juga, ternyata berita sebegitu cepatnya menyebar karena ketika itu belum ada yang namanya chatting karena berita itu masih mouth to mouth.Tanggapan saya? Cuma senyum saja sambil bilang kalau pendaftar itu adalah saya. Spontan teman-teman kaget, sayangnya tidak dibarengi dengan dukungan secara psikis terhadap pilihan saya.

Hidup di Jombang selama tiga tahun dan jauh dari orang tua, mengajarkan saya banyak hal. Apalagi ketika itu saya masih remaja dan sedang peralihan menuju fase dewasa. Masa peralihan ini kebanyakan malah dibantu dengan teman-teman sebaya. Ya karena dengan merekalah saya hidup sehari-hari.


- MALANG -

Setelah tiga tahun di Jombang, nggak serta merta bikin saya ingin kembali ke kota kelahiran. Saya malah masih ingin ‘jauh dari orang tua’. Sebenarnya, ketika kuliah saya diberi pilihan oleh oran tua untuk kuliah di Surabaya. Lebih dekat ya kan ke Gresik. Tapi entah kenapa, pilihan saya malah jatuh ke Malang. Padahal nih, Malang ini kota kelahiran bapak ibu saya. Tiap tahun saya ke sana, wajib hukumnya ketika lebaran tiba. Tapi entah, ada rasa dalam diri ini yang ingin mengenal Malang lebih jauh lagi.

Malang itu seperti Jogjakarta. Kota yang ngangenin. Entah daya tarik apa yang dia miliki, sampai-sampai rasa ingin dekat dengan Malang itu seolah harus segera direalisasikan. Nggak heran nih, Malang selalu jadi kota rujukan di Jawa Timur ketika musim liburan datang. Bahkan sampai hari ini, semacet apapun menuju Malang, orang-orang rela menempuhnya.

Malang memberikan banyak cerita. Tentang kesungguhan meraih target hidup, tentang persahabatan yang merangkul kesendirian, juga tentang cinta yang tersimpan dalam kotak hati. Dan semua itu, masih tersimpan rapi di celah-celah diri yang makin ke sini semakin tua.


- GRESIK -

Banyak yang nggak mengenal di mana Gresik itu, meskipun kalau dilihat di peta, Gresik itu nggak jauh dari Surabaya. Sebelahan malah. Tapi bagi para pencari kerja di sektor industri, nama Gresik mungkin sudah akrab di telinga.

Gresik ini memang sudah menjadi kota dengan jumlah pabrik yang udah nggak bisa lagi dihitung dengan jari. Jangan ditanya kalau soal polusi. Wajib hukumnya ke mana-mana harus pakai masker wajah untuk menutupi area hidung supaya nggak gila-gila amat tiap hari menghirup udara yang sudah tercampur dengan asap dari cerobong pabrik. Belum soal mataharinya yang entah kenapa, saya merasa di Gresik matahari itu lebih dekat di kepala ketimbang di kota manapun yang sudah pernah saya datangi. Haha, segitunya ya saya saking panasnya pakai banget kota ini.



Tapi, Gresik adalah kota di mana saya kembali pulang. Semua tujuan hidup saya, seolah sudah terpatri di sini. Passion saya berkembang pesat di sini, terutama ketika saya menikmati proses belajar bersama siswa-siswa saya. Support system saya ada di sini. Cinta yang tumbuh setiap hari untuk saya, semua ada di sini. Dan yang lebih tidak bisa saya tinggalkan adalah, makam almarhum bapak ada di sini. Ah, saya selalu menangis kalau berbicara tentang bapak.

Ada keinginan dalam hati, untuk bisa menjadikan Gresik sebagai tempat tinggal yang nyaman dengan orang-orang yang berkualitas. Keinginan ini bukan hal yang mudah, apalagi saya hanyalah seorang pekerja yang tidak memiliki koneksi siapa-siapa di kursi kepemimpinan kota ini. Tapi bersama beberapa teman (terutama rekan-rekan kerja), kami berusaha untuk mewujudkan itu, salah satunya dengan memberikan dukungan pada anak didik kami supaya mereka mau menjadi orang-orang yang berkualitas. 

Demikian. Semoga konsisten.
2 komentar on "Menggali Kenangan dan Merajut Passion di Kota-Kota Kenangan [Day 3]"
  1. Saya juga dulu minta les renang gak dikasih, alesannya "emang kamu mau jadi atlet renang? kalo iya, boleh. Kalo enggak, gak usah"

    BalasHapus
  2. Jogja memang kota yang ngangenin ya mbak, kampung bapak ibu saya di malang tapi kami jarang pulang. Sepertinya kalau menyusuri jalanan malang pasti ngangeninnya spt jogja.

    Hidup jauh orangtua, buat banyak belajar ya mbak dan pada akhirnya tempat pulang adalah kota yang sejak awal di hati. Lancar terus mbakk...

    BalasHapus

Jangan lupa kasih komen setelah baca. Tapi dimoderasi dulu yak karena banyak spam ^____^

Custom Post Signature

Custom Post  Signature