Blog milik Ria Rochma, blogger Gresik, Jawa Timur. Tulisan tentang parenting, gaya hidup, wisata, kecantikan, dan tips banyak ditulis di sini.

Notebook Acer Aspire E-1 Series Mendukung Aktifitas Online Para Emak

| on
Kamis, Oktober 31, 2013

Saya mengenal internet sejak SMA. Kalau dulu waktu masih SMP saya masih dikenalkan dengan program komputer semacam DOS, pengenalan alat penyimpanan data secara ekternal seperti disket (yang ukurannya gedhe banget sampai yang ukurannya udah mungil), ataupengenalan alat pencetak data seperti printer. Sedangkan setelah SMA, nyatanya pelajaran SMP saya yang tentang DOS itu malah nggak dipakai karena guru saya waktu itu lebih menekankan tentang bagaimana cara memaksimalkan penggunaan internet *tapi kalau ditanya lagi per poinnya, saya sudah lupa. Ingatnya ya langsung aplikasi*.

Saat saya SMA, saya akrab dengan internet karena saya suka mencari lirik lagu-lagu kesukaan saya. Internet juga membantu saya menjalin teman dunia maya melalui MiRC. Siapa yang nggak kenal MiRC? asl? Hihi, kalau ingat itu, jadi geli sendiri *baiklah, abaikan paragraf ini*.

Dan penggunaan internet mulai bebas saya jelajahi yaitu saat kuliah. Telat sih sebenannya untuk tahu kalau ternyata google.com itu bisa membantu saya menyelesaikan tugas kuliah. Well, meskipun telat tahunya, toh pada akhirnya saya pun memanfaatkannya. Sejak itulah saya bisa melakukan apapun dengan internet. Milis, friendster, download, chatting, searching informasi, dan membuat blog.

Blogging, saya sudah mengenalnya sejak tahun 2007. Awal memiliki blog dengan platform wordpress, isinya nggak informatif banget. Saya belum mengerti benar apa itu blog dan apa yang harus saya lakukan dengan blog. Barulah saat saya sign up di Kompasiana dan memiliki blog pribadi dengan platform blogspot, saya akhirnya mengerti bahwa blog adalah media saya menyampaikan informasi sesuai dengan pengalaman yang saya miliki. Sejak itulah, akhirnya saya semangat banget dengan yang namanya blogging dan bergabung di grup-grup para blogger di facebook, salah satunya adalah Kumpulan Emak Blogger (KEB). Kenapa harus gabung grup-grup blogger? Biar orang lain tahu dong tentang blog kita dan meningkatkan jumlah pengunjung *meskipun kadang pengunjungnya sering kesasar karena anchor text yang kita pakai*. Syukur-syukur tulisan kita masuk di page pertama search engine. Kelebihan tersendiri tuh. Dan kenapa harus gabung di KEB? Karena saya membutuhkan informasi untuk membantu saya menjadi wanita yang memiliki nilai lebih meskipun saya sudah berkeluarga dan memiliki anak.

Blogging juga ternyata memaksa saya untuk bisa mandiri mempercantik tampilan blog. Saya dengan bebas memilih template yang sesuai dengan kepribadian saya *meskipun selama ini masih gratisan**plak!*, atau memasang widget yang mendukung aktifitas blogging. Tinggal search html-nya di google.com dan search cara pasangnya. Pernah nih, saat saya kesulitan memasang template gratis, saya juga minta tolongnya ke salah satu anggota KEB, Mayya *sekarang jadi partner di Berani Cerita*. Atau saya ikutan class tentang mempercantik blog -mentornya mbak Shienta Ries- yang diadakan KEB dan mendownload materinya.

Internet mengenalkan saya pada scrapbook dan blogging-lah yang memperdalam kreatifitas saya membuat scrapbook. Tak banyak blog milik orang Indonesia yang mengajarkan tutorial membuat scrapbook yang indah. Saya lebih sering blog walking ke blog-blog milik para bule untuk mencari tutorial dan tips tentang scrapbook. Tak puas dengan blog, saya lari ke youtube dan mendownload videonya.

Oh ya, dua hari yang lalu saya baru sadar kalau saya kehilangan foto-foto Arya di handphone. Mungkin tanpa sengaja dihapus Arya saat dia menonton video dan foto-foto dirinya sendiri. Betapa hancur hati saya *lebay ala remaja*. Bagaimana ngga? Lha saya memiliki project membuat scrapbook tentang perkembangan Arya di tahun kedua *dan project tahun pertama Arya dah kelar*. Dan fotonya sekarang hilang tanpa jejak! Ambil nafas dan mulai mengingat-ingat kalau Papa pernah bilang bahwa data yang hilang bisa direcovery dan ada softwarenya di internet. Mulailah saya search di google dan menemukan dua software atas rekomendasi beberapa blogger. Download, pasang softwarenya di notebook lalu mulailah merecovery. Karena dua software ini nggak mempan *dan saya hampir menyerah*, akhirnya saya bikin status di facebook untuk minta tolong diberitahu software apa saja yag bisa saya pakai untuk mengembalikan foto yang hilang itu. Untungnya, beberapa teman merekomendasikan beberapa software dan saya search lagi di internet, lalu download.
Ini waktu saya teriak-teriak minta tolong diberitahu software recovery data

Well, sejauh ini memang internet dekat dengan saya. Dan aktifitas-aktifitas saya di dunia maya -seperti contoh di atas- membutuhkan notebook dengan performa yang baik. Rasanya, itu semua bisa dilakukan dengan menggunakan notebook seri terbaru milik Acer yaitu Aspire E1. Kenapa Aspire E1 series? Karena Aspire E1 series memiliki dua pilihan processor, yaitu intel celeron dan intel i3, yang tentunya memiliki banyak keuntungan bagi para wanita terutama para emak, jika ingin bersurfing.
Acer Aspire E1-432, salah satu contoh Aspire E1 series yang menggunakan prosesor celeron yang hemat listrik (credit)
Intel celeron bisa menjadi pilihan karena notebook yang menggunakan prosesor ini (seperti Acer Aspire E1 series) harganya sangat murah. Dijamin nggak akan bikin dompet para emak jebol. Sedangkan intel i3 akan mendukung aktifitas para emak karena prosesor ini bisa dipakai untuk menjalankan empat aktifitas sekaligus. Emak yang suka blogging, bisa disambi dengan mengerjakan tugas kantor atau menonton film dan lainnya. Intel celeron dan intel i3 ini juga lebih hemat listrik dengan TDP (listrik yang dikeluarkan) hanya sebesar maksimal 65 watt saja. Terbukti, pada Acer Aspire E1 series ini, TDP-nya hanya 15 watt saja. Para emak nggak perlu khawatir akan mengeluarkan banyak uang untuk sekedar berinternet seharian.

Belum lagi ukurannya yang slim banget. 30% lebih tipis daripada notebook lain yang memiliki ukuran sama dengan Acer Aspire E1 series, yaitu 14". Kalau lebih tipis, otomatis beratnya juga lebih ringan bukan? Yup, hanya 2,2 kg. Memudahkan mobilitas para emak.

Ah, tampaknya nggak ada alasan lagi untuk menolak mendapatkan Acer Aspire E1 series ini. Performa yang dimilikinya lengkap sudah. Watt kecil, baterai tahan lama, ringan, slim, murah pula. Yuk, yuk, para emak, segera datangi outlet Acer Indonesia di kota anda untuk dapatkan garansi full 3 tahun untuk service dan sparepart sampai tanggal 31 Oktober 2013.

“Tulisan ini diikutsertakan dalam event “30 Hari Blog Challenge, Bikin Notebook 30% Lebih Tipis” yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger (KEB) dan Acer Indonesia.”

[Cerpen] Aku Memilih Kembali

| on
Selasa, Oktober 29, 2013

credit
Namaku Dino. Profesiku, penghibur. Oh tidak, bukan penghibur macam wanita-wanita yang dipajang di dinding kaca dengan baju minim. Tapi aku adalah badut yang menghibur penonton dengan gayaku.



Tak sengaja sebenarnya aku berprofesi ini. Aku adalah lulusan SMA jurusan IPS dan sampai sebelum aku menjadi badut, aku menganggur. Kupikir dulu aku bisa melanjutkan kuliah, karena aku pintar dan aku yakin Abah akan mengabulkan keinginanku. Tapi ternyata Tuhan menggariskan berbeda. Abah meninggal dan kami kehilangan pemasukan utama keluarga karena saat Abah masih hidup, ibu memilih tidak bekerja meskipun seringkali banyak tawaran di pabrik-pabrik rokok lokal. Aku? Harus menelan kecewa karena tidak jadi kuliah daripada dua adikku tidak sekolah.



Dan perusahaan mana sih yang mau menerima SMA jurusan IPS? Kalau kerja tidak borongan di pabrik-pabrik kecil, mana bisa aku jadi karyawan. Ibu melarang, karena fisikku lemah, mudah sakit. Kalau aku sakit, maka akan ada pengeluaran tambahan untuk obat. Dan itu memberatkan ibu yang sekarang bekerja sebagai tukang cuci di sebuah agen laundry.



Berbulan-bulan aku menganggur. Hingga suatu hari tanpa sengaja aku bertemu mas Fajar, kakak kelasku dulu, di sebuah bangku panjang di depan SMA kami. Dia dan seorang temannya sedang duduk menikmati minuman dingin. Mereka membawa tiga tas besar, yang tampaknya tak akan kuat mereka bawa berdua.



"Mas Fajar!” sapaku di seberang jalan. Kuhampiri dia lantas kami bersalaman.



"Dari mana, Mas? Bawaannya banyak sekali," tanyaku sambil menunjuk tiga tas berwarna hitam.



"Ada job di Manyar," jawab mas Fajar. Mendengar kata 'job', aku langsung bereaksi positif. Segera aku duduk di samping mas Fajar.



"Job apa, Mas?"



"Jadi badut,"



Kukernyit alis mendengar kata 'badut'. Dan tampaknya mas Fajar mengerti bahasa tubuhku tadi.



"Aku sudah sering lihat orang heran kenapa aku mau jadi badut," kata mas Fajar sambil menghabiskan minumannya. Teman di sampingnya malah tertawa. "Nggak akan ada yang salah dengan menjadi badut, Dino."



Lantas mas Fajar menjelaskan tentang profesinya. Dia sebenarnya bekerja dengan tiga orang. Satu yang sedang bersamanya, dua lainnya sedang menerima job di lokasi lain. Mereka memilih untuk bekerja sendiri dan tidak tergabung dalam sebuah sanggar kesenian. Mereka menyebarkan sendiri leaflet petunjuk panggilan sewa, mematok harganya dan membagi empat hasilnya, merancang sendiri penampilan yang menarik perhatian penonton dan belajar gerakan-gerakan unik dari internet. Setelah berbicara banyak dengan mas Fajar, terungkap kalau mereka kekurangan orang karena semakin banyaknya panggilan sewa jasa mereka.



Lalu aku memilih bergabung dengan mereka. Dan sejak itulah orang kampung memanggilku Dino si hidung bulat.



Menjadi badut menyenangkan. Meskipun kadang kami gerah dengan kostum yag berat dan membuat kami sangat berkeringat, atau kami merasakan gatal yang sangat di wajah dengan make-up tebal, tapi kami bahagia. Ya, karena penonton tertawa melihat aksi kami, bahkan anak-anak juga mau memberanikan dirinya bersalaman dengan kami. Mereka bahagia, adalah nilai lebih dalam pekerjaan ini. Tentunya selain honor sewa jasa.



Dan aku menikmati menjadi badut. Meskipun ibu sering memintaku untuk mencari pekerjaan lain. Tampaknya beliau risih dengan profesiku yang sering jadi gunjingan dan bahan tertawaan di kampung.



"Bu, kalau ada pekerjaan lain yang aku cocok, baru aku berhenti," ucapku malam itu, saat ibu menyuruhku mencari pekerjaan lain untuk kesekian kalinya.



"Tapi Nak, ibu sudah tidak tahan dengar omongan tetangga." Ibu akhirnya mengungkapkan isi hatinya dengan nada bicara yang terdengar bergetar.



"Sudahlah Bu. Jangan jadikan hati apa kata orang. Yang penting ini halal," kataku sambil mengangkat tas berisi kostum badut untuk kusimpan di dalam kamar. Saat kututup pintu kamar, kulihat ibu tertunduk lesu. Bukan maksudku menyakiti hati ibu, tapi menjadi badut itu lebih baik daripada aku menganggur.



Begitulah kira-kira profesiku selama dua setengah tahun ini. Bergabung dengan mas Fajar dan teman-temannya yang solid, membuatku betah. Namun tiga bulan ini kami sepi job. Mulai banyak orang yang memilih menjadi badut. Kostum mereka pun semakin beragam daripada milik kami yang hanya itu-itu saja. Alat-alat mereka pun juga banyak, menyesuaikan penampilan yang lebih kreatif daripada kami. Kami terlena, dengan apa yang sudah kami hasilkan selama ini. Istilah manusia tak pernah puas dan mudah bosan, ternyata benar. Zona nyaman sudah melenakan kami sehingga kami lupa bahwa menjadi badut pun juga perlu meningkatkan kreatifitas.



Tak tahan dengan penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, dua anggota kami memutuskan mencari pekerjaan lain. Kami menjadi semakin terpuruk, tak lagi saling mendukung. Membuatku bimbang, apakah aku harus mencari pekerjaan lain ataukah tetap bertahan dengan mas Fajar dan mas Didin.



"Lebih baik kita bubar saja." Mas Fajar memberikan jalan keluar yang menyakitkan. "menjadi badut sekarang, ternyata tak memakmurkan," lanjutnya, sambil membelakangi kami, berpura-pura merapikan peralatan yang tak berserakan.



Aku pun ikut menyerah seperti mas Fajar dan mas Didin. Lalu kami benar-benar berhenti menjadi badut. Aku kembali menganggur dan kembali bersahabat dengan jalanan untuk mencari pekerjaan. Bertandang dari gerbang pabrik satu ke gerbang pabrik yang lainnya. Dua alasan lamaranku ditolak, pertama karena aku tak memiliki pengalaman kerja dan kedua karena aku bukan fresh graduation. Sepertinya banyak pabrik sekarang yang menggunakan tenaga 'anak baru lulus' dengan alasan mereka mau dibayar dengan gaji murah. Ah, tak pabrik tak apa. Kudatangi satu per satu rumah.



"Maaf Mas, kami butuh perempuan. Soalnya buat bersihkan rumah." Begitulah kira-kira kalimat penolakan yang aku terima.



Siang itu terik sekali. Keringatku berlomba keluar dari lubang-lubang kulit karena angin tak satu pun mau menerpa. Saat kurogoh kantong celanaku, tak ada receh satu pun. Pun juga dompetku, nihil. Padahal di ujung jalan ada gerobak es cincau yang juga menjual gorengan murah. Sebenarnya lumayan untuk mengganjal perut yang dari pagi hanya terisi tiga tempe mendokan buatan ibu. Aku benar-benar lapar.



Tuhan, maafkan aku. Abah tak pernah mengajarkan aku meminta-minta. Tapi kali ini, aku sudah tak kuat lagi.



Aku kali ini pasrah. Berdiri di depan sebuah toko kelontong yang ramai pengunjung, kemudian kuangkat tanganku untuk meminta sedikit sedekah dari mereka. Mungkin wajahku yang sudah pucat atau penampilanku yang kebetulan sudah kucel, dengan mudahnya mereka memberiku sedekah dan saat kukumpulkan, hasilnya lumayan untuk memberi sekantong plastik gorengan.



"Alhamdulillah." Aku bersyukur masih ada yang welas padaku.



Tiap hari kudatangi lagi rumah-rumah, dan kali ini lokasinya lebih jauh dari biasanya. Tetap sama, mereka melontarkan jawaban yang sama. Penolakan. Begitu berulang-ulang hingga jalanku mulai terseok-seok karena tak ada lagi tenaga. Aku pun kembali meminta-minta. Kali ini tak hanya satu toko kelontong, tapi tiga. Tentunya receh yang kudapat pun semakin banyak daripada sebelumnya. Kali ini, tak hanya sekantung plastik gorengan yang kubeli, tapi juga empat bungkus nasi campur.



Nikmatnya mendapat uang secara instan dengan meminta-minta ternyata membuatku ketagihan. Kutaruhkan tingkat maluku pada jumlah uang yang kudapatkan dari meminta-minta. Ibu seringkali bertanya darimana kudapatkan uang untuk membeli gula, beras atau makan malam kami.



"Bu, yang penting uang itu halal." Hanya itu saja jawabanku. Ya, halal. Meskupun aku tahu kalau meminta-minta kurang dianjurkan dalam agamaku. Tapi aku tak malas. Aku sudah berusaha sekuat tenaga mencari pekerjaan kesana-kemari.



Beginilah rutinitasku sekarang. Berlagak menjadi peminta.



Namun, suatu malam, ibu dan Nina menghampiriku.



"Dino, ibu kali ini benar-benar gerah dengan omongan tetangga." Ibu membuka pembicaraan kami dengan keluhan, seperti biasanya.



"Apalagi Bu?" tanyaku dengan suara kurendahkan. Mencoba tak kesal dengan sikap ibu yag suka sekali menggubris omongan tetangga.



"Ada yang melihat Mas Dino mengemis."



Aku tersontak dengan jawaban adik pertamaku itu. Sempat aku terdiam, meskipun hanya sejenak "Kamu percaya?" tanyaku pada Nina. Dia diam, nampak ragu akan menjawab ya atau tidak.



"Tapi Mas.." ucap Nina, tapi urung dilanjutnya.



"Tapi apa?" tanyaku.



"Tapi tak hanya satu dua orang yang bilang, Mas. Bahkan bu Satri dari RT sebelah juga bilang ke aku."



"Bahkan bu Yusuf pun menegur ibu," sahut ibu dengan mencondongkan badannya ke depan dan meletakkan tangan kanannya di dada.



"Menegur? Untuk apa?" tanyaku meremehkan, menutupi degup jantungku yang kian kencang.



"Menasehatimu supaya kamu tak mengemis lagi," ucap ibu sambil menyentuh telapak tanganku.



"Ibu percaya padanya?"



"Nak, bu Yusuf adalah orang baik dan jujur yang paling ibu kenal," jawab ibu, sepertinya mencoba tak memihak siapa-siapa.



Degup jantungku pun sudah tak lagi terdengar, mendadak kepalaku berat rasanya, tubuhku kaku, telinga dan mataku sepertinya sudah tak lagi berfungsi. Tanpa kusadari, aku menangis kencang di pangkuan ibu.



"Maafkan aku, Bu. Semua itu kulakukan supaya aku tak menjadi beban ibu. Supaya kita tak lagi kelaparan saat malam.Kusampaikan alasan-alasan yang selama ini memang menjadi ganjalan di pikiranku.



Nina menutup mulutnya dengan kedua tangannya, sedangkan ibu terdiam mematung. Keduanya masih tak percaya dengan apa yang kusampaikan tadi.



"Abah dan ibu tak mengajarimu meminta-minta, Dino!"ucap ibu dengan terisak-isak. Semakin ibu kencang menangis, aku pun juga semakin kencang menangis.



Dan malam ini kami tidur dengan bermuram hati.



***



"Kau tahu, masih banyak cara mencari uang," kelakar pak Syafrul saat dia bertanya tentang gosip tetangga yang sudah kadung tersebar. Aku diam, berpura-pura memandang halaman mushola yang kering.



"Kamu anak baik, karena Abahmu baik," kata pak Syafrul sambil menepuk bahuku. "Aku yakin, Dino, meminta-minta bukanlah ajaran Abahmu."



Kudengarkan rangkaian kata pak Syafrul dan membenarkannya. Sudah tak ada tenaga lagi bagiku untuk mengelak, kepalang malu.



Beberapa hari kemudian, kubulatkan tekad menemui mas Fajar di rumahnya. Berharap mas Fajar mau diajak kembali pentas sebagai badut. Aku disambutnya, dengan tangan terbuka dan telinga yang bersedia mendengarkan kisahku. Dan kami berdua kembali bertekad menjadi badut, meskipun saingan sudah tak terhitung jumlahnya. Karena akhirnya kami menyadari, bahwa menjadi badut adalah profesi yang kami suka.

PESTA NULIS: ULANG TAHUN KAMAR FIKSI MEL ke 1

Acer Aspire E1-432, Notebook Tipis Dengan Spesifikasi Lengkap Dan Harga Bersahabat

| on
Kamis, Oktober 24, 2013

Bagi sebagian masyarakat berpendidikan, guru sudah dipandang sebagai profesi yang membutuhkan notebook atau PC dalam proses belajar mengajar. Memang, dua alat elektronik itu tidak selalu kami pakai setiap saat namun ada saat-saat tertentu seorang guru sebenarnya membutuhkan notebook atau PC. Misalkan saat mengikuti seminar, pelatihan, atau menjelaskan materi di kelas. Begitu juga dengan saya sebagai guru bimbingan dan konseling. Terus terang, saya memang jarang menggunakan notebook untuk menjelaskan materi pada anak-anak. Karena saat saya masuk kelas, yang saya lakukan adalah melaksanakan bimbingan kelompok. Dimana saat bimbingan kelompok ini, tidak menjelaskan suatu materi namun menyelesaikan suatu masalah yang umum terjadi pada anak didik saya.

Masalah yang nantinya saya sampaikan saat bimbingan kelompok, bisa saya sajikan dengan berbagai macam cara. Melalui diskusi pemecahan masalah, pemahaman leaflet yang saya bagikan, menonton cuplikan film dan mendiskusikannya, menampilkan slide, eksplorasi kreatifitas siswa, dan lainnya. Saat berdiskusi, notebook tidak terlalu perlu. Karena temanya bisa saya tulis di whiteboard dan saya tinggal memancing mereka dengan anchor quetion. Notebook baru saya pakai saat membuat leaflet, menampilkan cuplikan film atau menampilkan slide. Kalau sudah begini, biasanya siswa saya berantusias.

Notebook juga saya pakai saat saya menyelesaikan laporan bimbingan kelompok dan konseling pribadi. Memang ada sebagian laporan yang menggunakan tulisan tangan, yaitu saat saya mencatat masalah-masalah siswa saya di buku konseling. Namun, saat saya melaporkan hasilnya pada kepala sekolah, barulah saya menggunakan notebook untuk menghasilkan hard copy. Nggak mungkin dong saya menunjukkan draft yang acak kadut pada kepala sekolah saya. 


Kalau sudah begini, biasanya saya membawa notebook ke sekolah, hampir tiap hari. Untungnya, notebook saya yang sekaran ukurannya kecil, hanya 12" saja. Beratnya juga nggak terlalu, sekitar 3 kg saja. Ini memudahkan mobilitas saya. Mengapa? Yah, namanya juga emak-emak. Kalau pulang dari mengajar, lebih sering mampir kemana-mana buat sekedar beli kebutuhan sehari-hari atau membantu urusan eksternal suami saya. Dengan berat notebook yang ringan, pundak jadi tidak mudah capek dan langkah kaki saya juga tidak melambat.

Tapi, sejak saya kecelakaan empat bulan yang lalu dan mengalami patah tulang di siku kiri, saya jadi tidak leluasa lagi membawa notebook ke sekolah. Karena pundak saya masih belum diperbolehkan dokter membawa barang berat. Gips yang terpasang paska kecelakaan, membuat otot lengan atas saya jadi mengendur karena tak pernah dipakai beraktifitas. Kalau saya paksakan membawa barang berat baik dijinjing atau diletakkan di bahu, akan membuat letak bahu saya melorot *efek gipsnya garang banget*. Kalau saya membawa notebook ke sekolah, otomatis saya hanya menggunakan bahu kanan saja untuk membawa tas berisi notebook dan perlengkapan kerja. Itu sangat melelahkan.

Saya jadi mikir ulang buat memiliki notebook yang nggak berat-berat amat. Kebetulan juga, notebook saya yang sekarang sudah mulai gampang hang alias sering error. Saat search di google, ketemulah yang namanya Acer Aspire E1-432 yang masuk dalam
Acer Aspire E1 Slim Series yang beratnya hanya 2,2 kg saja. Nah lho, cocok banget tuh dengan kondisi saya sekarang.
Acer Aspire E1-432 

Kenapa cocok? Ceritanya begini. Waktu saya semester terakhir kuliah dulu, saya pernah punya notebook Acer Aspire 14”. Tapi tipenya apa saya lupa karena dicuri tiga tahun yang lalu. Bentuk notebook saya ini slim banget lho. Tampilannya terlihat lebih elegan, dengan warna silver yang menggoda. Sepertinya, pihak Acer memang mengkhususkan Aspire ini dalam hal bentuknya yang slim deh. Seperti halnya Acer Aspire E1-432 yang memiliki ketebalan hanya 25.3 mm. Lebih tipis 30% dibandingkan dengan notebook seukurannya. Tipis banget kan? Nggak heran kalau beratnya hanya 2,2 kg saja.
Lebih tipis 30% dibanding notebook lainnya 

Saat saya search lagi spesifikasinya di google, saya lega lagi dengan spesifikasi Aspire E1-432. Dengan ketebalan yang hanya 25.3 mm saja, notebook tipe ini tetap memberikan fitur penting yaitu optical drive. Weh, kenapa sih optical drive itu penting? Penting banget dong buat saya. Yang pertama, saya nggak perlu beli DVD-RW eksternal. Yang kedua, optical drive itu saya butuhkan saat saya membaca beberapa materi seminar atau workshop pendidikan yang biasanya diberikan dalam bentuk DVD. Yang ketiga, bisa buat nonton film. Apa nggak berat tuh notebook 14” dibuat nonton film? Nggak dong. Secara resolusinya udah tinggi lho, 1366×768 px. Ditambah lagi, Acer Aspire E1-432 juga memiliki baterai 4-cell (2500mAh). Daya tahan baterai notebook ini bisa dipastikan akan menjadi jauh lebih maksimal karena bisa bertahan sampai 6 jam (359 menit). Cocok banget buat saya saat ikuti seminar yang membutuhkan waktu lama dan cocok untuk keperluan multimedia atau bermain game sekalipun.

Saya juga blogger dan crafter yang membuat scrapbook. Sebagai seorang blogger, perlulah bergabung di grup yang mampu meningkatkan kemampuan menulis saya. Salah satunya adalah grup Kumpulan Emak-Emak Blogger (KEB). Dari KEB inilah saya mendapatkan informasi apa saja dalam dunia kewanitaan. Dan Acer Aspire E1-432 ini cocok buat emak blogger dan crafter macam saya karena juga dilengkapi dengan wireless adapter Acer Nplify 802.11b/g/n, yang bisa dipakai untuk berselancar saat ada sinyal wifi atau saat saya tidak menggunakan modem. Artinya, ngeblog berjalan baik, searching berita, searching informasi bimbingan konseling juga searching layout scrapbook nggak akan terhalangi apapun.

Acer Aspire E1-432 ini sebenarnya malah memiliki keunggulan utama lho. Apa itu? Yaitu penggunaan prosesor Intel 4th Gen terbaru, atau lebih dikenal dengan kode nama Haswell. Dan, Acer mempersenjatai notebook ini dengan prosesor Intel® Dual Core Celeron® Processor 2955U yang memiliki dua buah inti (dual core) dan berjalan pada kecepatan 1.40 GHz.
Ini yang warnanya silver 

Kenapa prosesor ini penting? Karena prosesor ini sudah menggunakan arsitektur Haswell (22nm) yang dapat bekerja sangat efisien dengan TDP hanya 15 Watt saja. Ditambah lagi penggunaan baterai yang bisa tahan sampai 6 jam. Prosesor ini juga terintegrasi dengan Intel HD graphics terbaru. Yang artinya nih ya, aktivitas multimedia, aktifitas berselancar atau bermain game, bisa terpenuhi dengan baik.

Awalnya saya khawatir dengan harga Acer Aspire E1-432 kalau saya jadi memilihnya. Khawatir harganya mahal. Hihihi. Tapi ternyata nggak lho! Harganya terjangkau sekali untuk spesifikasi notebook yang lengkap seperti itu. Berapa? Pihak Acer Indonesia hanya membandrol dengan harga Rp.4.749.000,- saja. Mana dapat garansi pula servis 3 tahun pula kalau belinya sebelum tanggal 31 Oktober 2013 *liat kalender*.

Wah, saya jadi tambah gregetan liat ini notebook. Gregetan ingin cepat beli. Yuk ah, rayu si Papa buat belikan.

**

“Tulisan ini diikutsertakan dalam event “30 Hari Blog Challenge, Bikin Notebook 30% Lebih Tipis” yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger (KEB) dan Acer Indonesia.”

Wisata Murah di Kebun Teh Wonosari, Malang, Jawa Timur

| on
Selasa, Oktober 22, 2013

Seminggu yang lalu, saat ada momen cuti bersama hari raya Idul Adha, saya dan keluarga mertua pergi berlibur ke Kebun Teh Wonosari yang letaknya di Lawang, Malang. Sebenarnya ada dua alternatif tempat berlibur yang mau kita kunjungi. Di Songgoriti, Batu atau Kebun Teh Wonosari ini. Setelah rundingan, kita akhirnya sepakat Kebun Teh Wonosari saja deh. Hm, udah ngga rahasia lagi kalau Malang itu jadi tempat tujuan wisata saat liburan dan itu bakal macet banget. Kalau mau ke Songgoriti, kita kudu melewati tiga titik rawan macet yaitu pasar Lawang, pasar Singosari dan Karang Lo. Sedangkan kalau ke Kebun Teh Wonosari hanya melewati satu titik saja yaitu pasar Lawang. Dan lagi, saya sudah pernah ke Kebun Teh Wonosari, jadi recommend banget buat kesana.


Rundingan selesai, waktunya pesan kamar. Maunya kita pesan villa yang empat kamar, ternyata udah penuh. Padahal masih sepuluh hari sebelum hari H. Daripada milih ke Songgoriti, akhirnya kita jadilah pesan villa tiga kamar dengan tambahan dua bed tambahan. Hm, besok-besok kudu pesen jauh-jauh sebelumnya ya.

Hari H. Kita berangkat dua mobil. Mobil mertua dan mobil Papa. Maunya kita sih, berangkat bareng gitu, sekitar setengah dua siang setelah saya dan adik ipar saya pulang kerja. Lha kok ternyata, Papa baru pulang dari pabrik (pabrik trouble itu kudu disiapin tang yang banyak *gregetan*) sekitar setengah satu, barengan sama saya. Walhasil, mobil mertua berangkat dulu buat jemput adik ipar yang di Krian, Sidoarjo, sedangkan yang ikutan mobil Papa berangkat habis sholat Asar. Awalnya sih lancar jaya, sampai akhirnya masuk tolTandes, padat merayap kendaraannya. Huwaaa.. alamat macet banget ini. Ternyata, ada truk yang terbakar di km 21 tol Waru. Alhamdulillah, setelah itu lancar jaya sampai tujuan *pijat kaki Papa*.

Masuk ke Kebun Teh Wonosari saat malam itu kesannya angker dan bikin jantung deg-deg ser. Jalan udah dingin, gelap, sempit, berliku, jauh juga ternyata dari persimpangan masuk di pasar Lawang. Kudu hati-hati banget *banyak baca sholawat*. Tapi setelah sampai di lokasi, rame banget. Kendaraan dari motor, mobil sampai bus, sudah memenuhi lapangan parkir dan halaman tiap-tiap villa.

Perjalanan 6 jam hilang akhirnya setelah mertua memberi hidangan di atas meja. Daripada beli, mertua memilih membuat makanan sendiri di rumah dan dibawa lokasi. Santai sejenak dan mengajak Arya tidur karena sudah malam. Tapi ya, namanya tiap hari di rumah Arya cuma ketemu beberapa anggota keluarga saja, pas di sana jadi nggak mau-mau tidur. Setelah tidur di mobil pas perjalanan tadi, lalu ketemu sama banyak orang yang pada liat Indonesia lawan Korea, walah, tidurnya jadi molor. Adegan rewel pun dimulai karena mungkin badannya capek tapi nggak bisa segera mulai tidur *sabar, sabar, lap keringat*. Kasihan Papa juga, nggak bisa segera istirahat. Dan setelah bergelut dengan esmosi jiwa, akhirnya Aryatidur-tidur sendiri sekitar setengah 12!!! *geleng-geleng*.

Paginya, kita pada belum mandi gegara dingin (gegara air panas nggak keluar), sudah pada main-main di taman. Naik komedi putar, liat-liat burung dalam sangkar, liat kolam ikan, foto-foto *abaikan muka tanpa make up*. Maunya liat sekitaran pabrik pembuatan teh, tapi karena ada empat bapak polisi tanpa senyum lagi berdiri dekat situ, keder juga mau kesana. Ceritanya, lagi ada kegiatan jalan sehat keluarga polres Malang gitu lah.
Arena bermain ^^
Arya heboh liar burung sebesar itu :)))
Capek bermain, liat ikan sama Papa jadi andalan :))
Nggak berani ke arah pabrik gegara bapak-bapak ini mukanya sangar :))

Oh ya, Kebun Teh Wonosari ini merupakan proyeknya PTPN XII yang memang menangani perluasan produksi teh dan mendistribusikannya. Berdiri tahun 1910 dan memproduksi teh celup dengan nama teh Rolas. Waktu saya masih SMA dulu, pernah studi wisata ke sini. Lihat saat panen teh, cara meremajakan pohon teh, memproduksi teh dan cara penyajiannya. Tapi detailnya saya sudah lupa, sudah sepuluh tahun yang lalu *maafkan*. Mungkin karena melihat semakin semaraknya wisata ke daerah dingin, akhirnya pihak Kebun Teh Wonosari merekontruksi lokasi wisatanya. Dalam sepuluh tahun itu, saya lihat banyak banget perubahannya. Mulai perbaikan villa yang semakin oke sip, permainan yang banyak banget macamnya, lokasi parkir yang semakin luas, dll. Semakin sering dikunjungi, semakin banyak yang tahu tentang lokasi wisata ini dan tentunya tahu juga dengan teh Rolas.

Penanda ketinggian :)

Oke, kembali ke cerita saya berlibur. Setelah mandi dan sarapan, saya, Papa dan Arya jalan-jalan ke koperasi buat beli oleh-oleh kemudian lanjut ke lokasi jual makanan. Setelah dapat bakso dan telur puyuh kecap buat makan siangnya Arya, kita balik lagi ke villa. Maunya sih menidurkan Arya, soalnya udah waktunya dia tidur. Tapi pas lihat para tante dan omanya mau berenang, ngintil juga dia. Ya.. Harus rela lagi ke tempat jual makanan karena lokasi kolamnya sekitaran situ. Hah, ambil nafas dulu. Sambil bawa baju ganti, cemilan dan susu punya Arya, ngikut juga saya dibelakang mereka dengan langkah tertatih *maaf lebay* karena Papa memilih tidur karena ntar bakal nyetir lagi.

Pas mau belok ke lokasi kolam, kereta kelinci pun lewat dan Arya minta naik. Uhuk, bolehlah. Secara tadi pagi saya belum sempat keliling di kebun tehnya buat liatin ibu-ibu panen teh. Akhirnya, saya, Arya, Oma dan Oya (mertua laki-laki saya) naik kereta duluan sebelum berenang. Nggak lama sih naik keretanya, hanya 10 menit. Tapi kita sudah diajak keliling melihat lokasi-lokasi penting di sana. Seperti kebun teh, prasati 100 tahun berdirinya kebun teh, liat ibu-ibu panen, gudang penyimpanan pestisida, villa-villa, rumah para pekerja, kebun binatang mini, perkemahan, lokasi outbond dan pohon-pohon teh yang diremajakan. Asyik. Kalau dipikir-pikir, butuh waktu seharian dan kaki tahan pegel buat kelilingi semua lokasi *terima kasih kereta kelinci, sayang*.

Saat di kereta, Arya nutup mukanya pakai tangan. Saya kira karena terpaan angin yang kencang, ternyata dia tidur! Memang sekarang Arya punya kebiasaan baru sih, menutup mukanya pas mau tidur kalau matanya kena silaunya matahari atau kena lampu yang terang banget. Tapi ya gitu, akhirnya acara tidurnya Arya terganggu juga dengan berhentinya kereta yang mengharuskan kita turun. Hap! Arya minta gendong terus deh sampai lokasi renang. Males jalan sudah.

Kolamnya lumayan besar kok. Buat dewasa dan anak-anak ^^

Untungnya, Arya nggak mau renang. Dibujuk model apapun, dia dah ilang mood. Hore!! sayanya yang senang. Arya mau patuh sama saya buat diajak balik ke villa buat tidur siang. Dia tidur, saya beresin barang-barang karena mau check out dan sayanya ngga takut Arya rewel karena jadwal tidurnya ngga terganggu. Ingat ibu-ibu, jadwal tidur balita itu penting. Patuhi itu, meskipun kita sedang berlibur. InsyaAllah balita kita nggak akan rewel dan tumbuh kembang otaknya bagus karena badannya ngga gampang capek.

Karena jam dua kita sudah harus check out, walhasil kita makan siang juga harus cepat-cepat. Nasi goreng pas sarapan tadi yang belum dimakan, dilahap juga. Saya, Papa, Arya, habisin nasi goreng telur. Arya malah pintar, makan sendiri nasi gorengnya dan bakso. Karena Arya termasuk anak yang makannya lama, akhirnya makannya dia berlanjut di mobil. Sambil ngemil telur puyuh. Biarlah, yang penting habis *senyum kemenangan saat Arya lagi GTM*.

Begitulah saudara-saudara kisah perjalanan saya *halah* ke Kebum Teh Wonosari, Lawang. Recomend banget!! Sewa villanya murah, lokasinya bikin otak, mata dan badan segar, banyak lokasi permainan buat anak-anak dan harga oleh-olehnya murah. Pas banget buat wisata keluarga. Selamat mengunjungi ^^.

(Cerfet #MFF1) : Gejolak Masing-Masing Hati

| on
Jumat, Oktober 18, 2013
credit

CERITA SEBELUMNYA :
Satu | Dua | Tiga | Empat | Lima | Enam | Tujuh | Delapan | Sembilan

***

"Kamu panggil dia apa, Al? Mama?" tanya Dio pada Alya. Masih dengan rasa kaget yang luar biasa menghujam, dia menoleh pada Ratih. "Dia anakmu?"

Alya dan Ratih sama-sama terdiam. Bertanya pada masing-masing hati yang tak mungkin memberikan jawaban pasti. Ketiganya bergejolak, namun saling keras berusaha menutupi tingkah yang semakin salah. Dari ketiganya, hanya Ratih yang tak memahami bahwa nyatanya ada benang kusut melingkari pinggang mereka bertiga dengan erat.

"Oh iya Dio, Alya ini anakku." Ratih menjelaskan dengan masih menyungging senyum. Mengelus-elus lengan atas Alya. "Anakku satu-satunya. Anak kebanggaanku."

Alya dan Dio saling pandang, tak lama. Kikuk.

"Alya ini baru mulai kuliah S2, lho. Lulus S1-nya barusan saja. Sebenarnya kusuruh magang dulu di tempatku, atau setidaknya kerja di mana gitu. Tapi dia ngotot pengen kuliah lagi. Ya sudah."

Alya menoleh pada Ratih, memeluk pundaknya kemudian menciumnya. "Ma, udah ah. Malu sama pak Dio." Alya pura-pura merajuk dan menggunakan kata 'pak' yang terasa mengganjal di lidahnya.

"Untuk apa malu, Sayang? Kalau nyatanya memang kamu seperti itu?"

Mendapat pertanyaan seperti itu dari Ratih di depan Dio, membuat Alya dongkol. Selama dirinya dekat dengan Dio, dia selalu berusaha untuk menjadi perempuan yang berani dan mandiri. Karena dia menyadari perbedaan umur di antara mereka haruslah terhubung oleh sikap yang tak kekanak-kanakan.

"Oh ya, kalian sudah saling kenal?" Ratih akhirnya bertanya pada Dio dan Alya. Menoleh bergantian pada kaduanya. Pertanyaan yang akhirnya muncul juga, tapi bukanlah pertanyaan yang harus ditunggu.

Alya salah tingkah, pun juga Dio. Wajah Alya nampak kegugupan, matanya berkedip-kedip, mulutnya membuka-menutup seolah hendak mengucapkan sesuatu namun bimbang.

"Ng, kami.." ucap Alya sambil menatap Dio sesaat.

"Beberapa kali Alya meminta perusahaanku untuk menjadi sponsor di kegiatan perkuliahannya. Dia perempuan yang menonjol, energik. Lebih menarik perhatian daripada teman-teman perempuannya. Haha.." Dio menjelaskan dengan diselingi candaan. Mencairkan suasana yang sebenarnya membeku namun tak ketara.

"Ya, Alya memang energik. Seperti Papanya," ucap Ratih dengan senyum lebar. Alya ikut tersenyum, kemudian mengaitkan lengannya di pinggang Ratih dan menaruh kepalanya dipundaknya. Sedangkan Dio, hanya bisa memoles senyum seapik mungkin. Menutupi cemburu yang ternyata masih tersisa meskipun hatinya sudah beku karena cinta yang tak berjalan mulus.

"Ini lho Al, teman yang pernah Mama ceritakan dulu." ucap Ratih tiba-tiba sambil mengerlingkan mata. Alya tersenyum, dibuat-buat. Karena sejak awal dia mengetahui bahwa laki-laki yang ada di buku harian mamanya adalah Dio, hatinya selalu gundah.

"Kalian pernah membicarakan aku?" tanya Dio, sambil memiringkan kepalanya saat melirik Ratih. Namun Ratih hanya tertawa ringan.

"Urusan wanita ya." kilahnya. Kemudian Ratih dan Dio bersama tertawa, meskipun tak terbahak-bahak. Membuat cemburu muncul di pikiran Alya.

"Udah yuk Ma, berdiri di sini. Nggak seru tuh pestanya ditinggal." Alya melepas pelukannya dan menarik Ratih menuju tengah ruangan. Dio mengikuti, namun tak lagi meletakkan lengannya di pinggang Ratih yang masih langsing meskipun wajahnya sudah nampak ada keriput.

Suasana pesta semakin semarak meskipun malam sudah semakin larut. Penampilan dari musisi jalanan dan sorakan pengunjung pesta, menambah riuhnya pesta dan membuat adrenalin meningkat. Beberapa orang mulai menggoyangkan tubuhnya dan tak mempedulikan peluh yang pelan-pelan meluncur dari tubuh bagian atas. Ratih menikmati malam ini. Selain disebelahnya berdiri laki-laki idaman hatinya, pun juga karena lama Ratih membentengi diri dari riuhnya dunia dan memilih menenggelamkan diri dalam berkas-berkas kasus para kliennya.

"Ma, aku ambilkan minum ya?" Alya menawarkan bantuan pada Ratih. Dia sebenarnya tak ingin berlama-lama di samping dua orang terdekat dalam hidupnya itu. Ada cemburu yang belum matang.

Alya sengaja tak mengambilkan cepat-cepat minum untuk Ratih. Yang ingin dilakukannya sekarang adalah memperhatikan mamanya dan Dio. Gestur tubuh keduanya yang sejenak kaku dan saling membatasi, sejenak lagi tarik-menarik namun masih malu. Tingkah mereka seperti dua kekasih yang lama tak bertemu namun tak segera mengurai kerinduan. Alya bukan anak kemarin sore yang tidak menyadari bahwa mamanya sedang bahagia berjumpa kembali dengan lelaki pengisi masa lalunya itu.

"Alya, kok bengong?"

Alya menoleh, Salsa -sahabat karibnya- sedang berdiri di samping seorang musisi jalanan yang tadi dia lihat tampil dengan memukul genderang.

"Hai Sa."

"Keluar yuk. Bosan." Salsa mengajak. Tak perlu waktu lama Alya menyetujui. Dirinya sekarang hanya ingin keluar dari hiruk pikuk pesta. Meninggalkan mamanya dan Dio dalam cengkrama kebahagiaan. Pula untuk menampik kesedihan yang merajam hatinya.

Sekitar lima menit kemudian Ratih menerima pesan singkat dari Alya.

Ma, aku balik duluan ya.

Dan sekitar sepuluh menit kemudian, Dio menerima pesan singkat dari Alya yang membuatnya kaget luar biasa.

Meskipun aku tahu mama adalah masa lalumu, tak akan kuserahkan kamu begitu saja padanya.

***

Tongkat estafetnya sekarang kuberikan pada Mbak Carra ya. DL 21 Oktober 2013 ^^

Custom Post Signature

Custom Post  Signature