Blog milik Ria Rochma, blogger Gresik, Jawa Timur. Tulisan tentang parenting, gaya hidup, wisata, kecantikan, dan tips banyak ditulis di sini.

Sebuah Catatan: Puasa Pertama Arya, Sebuah Hasil Dari Latihan

| on
Selasa, Juni 27, 2017
Melatih anak-anak untuk melakukan hal yang baik dan bermanfaat sejak dini, memang diperlukan sekali. Sama halnya seperti melatih anak-anak untuk berpuasa, yang mana ibadah ini tidak bisa dilakukan tanpa latihan terlebih dahulu. Berpuasa, haruslah dilatih sedikit demi sedikit dengan proses yang panjang dan harus sabar.

Melatih Arya berpuasa pun seperti itu. Anak saya yang usianya sudah lima tahun ini, memang sejak sebelum bulan Ramadhan tiba, sudah semangat untuk berpuasa. Sekitar dua minggu sebelum Ramadhan, saya, suami dan Ibu saya selalu sounding dia untuk mau latihan puasa. Tanpa alasan apa-apa, hanya karena berpuasa itu adalah kewajiban umat muslim yang sholeh. Kok ya kebetulan, sounding dari kami, sejalan dengan pelajaran yang diajarkan gurunya di sekolah. Alhamdulillah, Arya jadi makin semangat dan mau diajak berpuasa.

Puasa untuk Arya, tidak langsung kami berlakukan satu hari penuh, dari Subuh sampai Maghrib. Tapi setengah hari dulu. Kalau orang-orang orang tua saya dulu bilangnya, puasa Dhuhur. Karena ketika adzan Dhuhur berkumandang, saya yang ketika ketika itu masih kecil diijinkan menyantap menu buka puasa. Dan kalau sekiranya sudah kenyang dan merasa nggak haus lagi, puasa dilanjutkan lagi sampai adzan Maghrib tiba.

Ada beberapa catatan dari berhasilnya latihan Arya berpuasa Ramadhan tahun ini. Saya sengaja menuliskannya di sini, supaya menjadi catatan untuk tahun depan dan bisa menjadi pegangan lagi ketika nanti saya melatih adiknya, Fatin, berpuasa Ramadhan.


1. Puasa Dhuhur, Lanjut Maghrib
Karena nggak mungkin saya langsung menyuruh Arya berpuasa sehari penuh. Satu, karena saya nggak tega. Haha. Kalau ini tolong jangan ditiru. Sebenarnya rasa nggak tega itu malah melemahkan niat baik orang tua lho. Tapi apalah daya, saya beneran belum tega betul melatih Arya untuk berpuasa sampai Maghrib. Padahal kata suami saya, Arya pasti bisa, karena sebenarnya kemampuan dia segitu. Huhuhu, aku lemah, Teman.

Dua, Arya kalau telat makan bisa-bisa asam lambungnya naik. Kejadian dia telat makan dan asam lambungnya tinggi itu, sudah dua kali. Iya, saya jujur deh, saya nggak berani mengambil resiko Arya sakit karena memaksa dia berpuasa sampai Maghrib meskipun saya tahu dia bisa. Lebih baik, pelan-pelan saja dulu, supaya dia enjoy berpuasanya.


2. Sahur Bangun Tidur
Dihari pertama dan kedua Ramadhan, Arya saya ajak sahur bersamaan dengan kami. Kami pikir, setelah sahur dan dia kenyang, dia bakal tidur lagi. Eh, ternyata malah melek dan ramai sampai bikin adiknya ikutan bangun subuh. Alamak, sayanya yang ketika itu pinginnya leyeh-leyeh sambil kirim-kirim Yasiin buat almarhum Bapak, ya mana bisa? Belum lagi, sekitar jam sepuluh, dia sudah mengeluh lapar dan haus.

Pas cerita ke Mama mertua, saya diberi saran supaya Arya sahurnya pas habis dia bangun tidur saja. Saya pikir-pikir, ya sudahlah, nggak masalah. Sayanya bisa melakukan aktifitas lain setelah sahur, Arya juga nggak terlalu lapar di jam-jam dia harusnya makan snack. Tapi mau tidak mau, saya beri penjelasan ke Arya mengapa jam sahurnya berubah, supaya kelak ketika sudah waktunya dia sahur bersama kami, dia tidak berontak.

Sampai minggu ketiga Ramadhan, Arya bangun tidurnya maksimal jam setengah tujuh pagi. Kebiasaan dia kalau saya bangunkan untuk sahur dan segera cuci wajah adalah meminta tolong saya untuk menyiapkan menu makan sahur dahulu, lalu kalau makanannya sudah siap, baru dia beranjak ke kamar mandi untuk cuci wajah dan berkumur.

Tapi, di minggu-minggu terakhir Ramadhan, entah kenapa tidurnya makin malam, diatas jam sepuluh malam. Efeknya ya ke waktu bangun paginya itu, makin molor. Yang ada, bangun setengah delapan. Sampai kadang saya guyoni, “Ini namanya sahur kesiangan, A.” LOL


3. Nggak Rewel Saat Berbuka
Alhamdulillah, Arya sama sekali nggak rewel dengan menu buka puasa yang saya hidangkan atau yang Ibu saya masakkan. Dia makan dengan lahap dan tandas. Yang biasanya makannya lama sekali karena mengunyahnya lama, eh, ini nggak ada setengah jam sudah habis. Mungkin lapar. Haha.

Saat buka puasa, baik ketika Dhuhur atau ketika Maghrib, selalu saya usahakan dengan menghidangkan nasi. Pernah sekali ketika adzan Dhuhur tiba, dia minta makan roti dua helai dan minum susu formula setengah gelas. Kemudia dilanjut ngemil sambil nonton televisi. Eh, masih juga adzan Maghrib berkumandang masih lama, dia sudah mengeluh lapar sekali dan akhirnya rewel sampai Maghrib tiba.


4. Makin Gemuk
Saya pikir, Arya bakalan kurus setelah berhasil latihan puasa satu bulan penuh. Ternyata nggak lho, timbangan dia malah naik sekilo, dari 17 kg ke 18 kg. Padahal, berat badan 17 kg itu stagnan sudah ada empat bulan kali. Sayanya yang girang lihat pipi Arya makin gembul dan pahanya makin bisa dijadikan sasaran gigitan usil.


5. Dua Kali Cheating, Empat Hari Bolos Puasa
Cheating karena dia tertarik dengan cemilan yang sudah dibeli sehari sebelumnya tapi lupa nggak segera dia makan. Haha, pengen tegas supaya sebisa mungkin nggak cheating tapi balik lagi, dia masih anak-anak yang mana proses yang dia hadapi sekarang ini adalah tentang latihan berpuasa.

Sedangkan nggak puasa empat hari karena dia batuk, hiks. Kalau saya paksakan untuk berpuasa, kasihan juga karena dia butuh banyak minum air putih dan makan buah supaya kebutuhan vitaminnya terpenuhi. Lucunya, dia suka cerita-cerita dengan adik saya yang juga membatalkan puasa beberapa hari karena harus opname di rumah sakit. Dia bilang, “Om, aku lho nggak puasa empat hari. Om nggak puasa berapa hari?” ^_____^


6. Selalu Tidur Siang
Sebenarnya, tidur siang untuk anak-anak saya itu hukumnya wajib. Ya karena biar mereka nggak capek saja setelah setengah hari mereka main nggak ada hentinya. Nah, karena puasa tahun ini bersamaan dengan libur sekolah, Arya maunya nggak tidur siang. Alasannya, dia nggak merasa capek karena nggak main kejar-kejaran dan perang-perangan di sekolah dengan teman-temannya. Tapi tetep dong saya pada pendirian kalau tidur siang itu wajib. Mau nggak mau, ngambek nggak ngambek, pokoknya tidur siang.

Pernah nih, sekali Arya nggak tidur siang. Yang ada, sekitar jam empat sore dia sudah mengeluh lapar dan mengantuk. Tapi karena dia diharuskan untuk menahan lapar dan haus, jadinya malah nggak bisa tidur jam segitu. Ujung-ujungnya, rewel. Sejak itu, saya bilang ke Arya, salah satu alasan mengapa saya menyuruh dia tidur siang ketika puasa adalah supaya dia nggak merasa lapar karena tiba-tiba waktu sudah sore. Alhamdulillah, setelah itu dia mau tidur siang meskipun kadang masih harus sambil merayu-rayu.

.
.

Sementara, ini catatan ketika Arya latihan Puasa kemarin. Nanti akan saya tambah kalau misalnya saya ingat lagi yang kurang apa. Tapi satu catatan untuk saya dan suami, kami harus sabar sekali melatih Arya (dan kelak juga melatih Fatin) berpuasa. Selain itu, kami harus pintar-pintar memberikan masukan-masukan positif tentang berpuasa supaya mereka mau manjalankan latihannya dengan hati gembira dan tanpa merasa dipaksa.

Kalian punya cerita sehubungan dengan melatiha anak berpuasa? Yuk, sharing di kolom komentar.

3 komentar on "Sebuah Catatan: Puasa Pertama Arya, Sebuah Hasil Dari Latihan"
  1. Pinter nih Kak Arya. Aku save buat catatan ntar kalau Kak Ghifa mulai belajar puasa ya, Mbak.
    Kalau aku dulu pertama puasanya sampai pukul 10, Mbak. Kuat, kuat, terus blabas sampai Dzuhur. Kuat, kuat, langsung Maghrib. Tapi seru ya kalau melatih anak buat puasa gini.

    BalasHapus
  2. Makasih sharingnyaa mbaaak. . Harus sabar ya dalam melatih anak untuk berpuasa. ..saya dulu kelas 1 SD masih puasa setengah hari malah mbaak. . Hehehe setelah dpat pelajaran agama dan liat kakak bisa penuh puasanya akhirnya ngikut kakak deh. . Wkwkwk

    BalasHapus
  3. Jadi ingat masa esde, aku puasa setengah hari juga. Semoga dek Arya, semakin pinter puasa tahun depan, ya mbak Ri

    BalasHapus

Jangan lupa kasih komen setelah baca. Tapi dimoderasi dulu yak karena banyak spam ^____^

Custom Post Signature

Custom Post  Signature