Blog milik Ria Rochma, blogger Gresik, Jawa Timur. Tulisan tentang parenting, gaya hidup, wisata, kecantikan, dan tips banyak ditulis di sini.

4 Konsep Mengajarkan Keuangan Yang Sehat Pada Anak

| on
Minggu, Oktober 25, 2020

Bagaimana sih mengajarkan konsep keuangan yang sehat kepada anak?

Ini juga PR buat saya sama suami, karena Arya dan Fatin sudah mengerti fungsi uang itu apa. Menurut mereka, uang itu dipakai untuk berbelanja. See, benar kan? Iyalah, memang fungsi uang kan itu. 

Tapi apakah hanya berhenti di situ saja penanaman konsep tentang uang? Oh, tentu tidak. Mereka harus paham, dibalik fungsi uang yang berguna untuk transaksi jual beli, uang juga perlu digunakan secara bijak sehingga nanti bisa berguna untuk masa depan mereka. 

Nah, konsep kebergunaan ini sedikit tricky untuk diajarkan ke anak-anak. Iya dong, kita saja yang sudah dewasa ini belum sepenuhnya mengerti bagaimana menggunakan uang dengan benar (toyor diri sendiri yang masih suka kebablasan kalau ada diskon bertebaran di e-commerce). Itulah mengapa, mengajarkan konsep keuangan yang sehat ke anak itu tidak semudah menggesek ATM saat ada diskon. 


Kemudian, ada live di Instagram di akun @anantafajar08 yang mengajak Hesti Damayanti, M.Pd untuk bincang-bincang santai tentang Pentingnya Pemahaman Finansial Pada anak Sejak Dini. FYI sih, Hesti ini sepupu saya. Hehehe. Ketika dia share info ini di grup keluarga, segera saya bintangin infonya dan pasang alarm di kalender ponsel supaya ingat. 



Meskipun konsepnya live, tapi catatan saya ternyata penuh juga. Ada beberapa hal penting dari bincang santai yang perlu saya share di sini. Siapa tahu bisa jadi pengingat saya juga kalau mulai keluar jalur saat mengajarkan Arya dan Fatin tentang keuangan. 

Sebagai pembuka, 
Hesti mengatakan bahwa konsep keuangan itu diajarkan pada anak saat mereka berusia 2 tahun. Apa yang disampaikan Hesti ini sesuai dengan teori perkembangan dari Jean Piaget, yang mengatakan bahwa anak usia 2 tahun sudah memahami konsep dasar dari penggunaan simbol dan mulai berkembang kemampuan berbahasanya

Mudahnya begini, jika si anak ingin suatu barang yang harus dibeli dengan uang, dia akan menyampaikan ke orang tuanya. Ketika dia melihat orang tuanya berbelanja dan mengeluarkan uang untuk membayar, maka tanpa kita sadari, anak akan belajar bahwa uang adalah simbol dari transaksi jual beli. 

Nah, ketika anak sudah memahami simbol keuangan ini, peran orang tua bertambah lagi, yaitu mengajarkan konsep keuangan yang sehat ke anak. Mulailah dengan yang konsep keuangan secara sederhana. Apa itu? 

Hesti mengatakan, ada empat konsep yang harus diperhatikan saat memberikan pemahaman tentang keuangan yang sehat pada anak. 




KONSEP MENGHASILKAN 


Konsep menghasilkan uang ini sangat erat hubungannya dengan kemampuan manajemen keuangan. Kemampuan ini sangat cocok untuk: (1) anak yang sudah memasuki usia enam tahun ke atas sesuai dengan teori kognitif Piaget, (2) anak-anak yang sudah diasah kemampuan manajemen keuangannya sejak kecil 

Dan orang tua memiliki peran aktif untuk anak-anak yang sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Ada satu kalimat Hesti yang saya ingat terus dan jadi catatan besar di tulisan saya ini. 

Bantu anak untuk meningkatkan skill yang dia miliki, dari uang yang sudah dia hasilkan. 

Selain itu, Hesti memberi tips mudah untuk orang tua yang ingin mengajarkan kepada anaknya cara menghasilkan uang sendiri
  • Beri anak kita modal berupa barang dagang. Jangan berupa uang, karena anak-anak belum mengerti bagaimana membeli barang dengan harga murah untuk dijual kembali. 
  • Beri kebebasan anak untuk menjual barang-barang yang dia dan teman-temannya sukai
  • Lokasi paling tepat untuk memulai jualan adalah di depan rumah. Beri motivasi anak untuk menjual barang dagangannya ke teman-temannya. 
  • Jika barang tidak habis, beri pancingan supaya anak mau memutar otak supaya barang dagangannya habis terjual. 


KONSEP BERBELANJA 


Hesti menyampaikan ada beberapa poin penting sehubungan dengan penanaman konsep berbelanja yang tepat sasaran bagi anak-anak. Apa saja? Check this out ya! 
  • Ajarkan ke anak-anak, bahwa kita berbelanja itu untuk membeli barang-barang yang kita butuhkan, bukan barang-barang yang kita inginkan. Contoh paling mudah yang Hesti beri adalah mengenalkan anak pada buku cerita, sehingga membuat anak butuh akan asupan buku. Dengan begitu, ketika sudah mulai merasa kurang asupan cerita, ajak anak untuk berbelanja buku cerita baru. 
  • Cobalah untuk mengulur keinginan anak dan jangan langsung dituruti. Hal ini mengajarkan anak untuk mengetahui apakah dia betul-betul butuh barang itu atau hanya sekadar ingin saja. 
  • Ajarkan anak untuk memahami bahwa untuk menghasilkan sejumlah uang, maka orang tua harus bekerja terlebih dahulu. Dengan begitu, anak akan lebih berhati-hati dalam berbelanja karena dia tahu bagaimana susahnya mendapatkan uang. 



KONSEP BERBAGI 


Selain menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan, ajarkan pula kepada anak untuk berbagi dengan orang lain. Hesti mengatakan bahwa aktifitas berbagi bisa dilakukan di mana pun, baik di sekolah maupun di rumah


Jika di sekolah si anak ada kegiatan untuk berinfaq, dukung anak untuk mengikuti program ini. Mungkin di awal, si anak akan meminta uang kepada kita untuk berinfaq. Beri saja, supaya tidak mematikan semangat anak. Tapi lambat laun, beri tahu si anak bahwa mereka bisa menyisihkan sebagian uang saku mereka untuk kegiatan berinfaq. Sembari memberi pengertian, bahwa dari sebagian harta yang kita miliki, ada hak bagi orang-orang yang tidak mampu

Tidak hanya di sekolah, si anak juga bisa diajarkan untuk berbagi ketika di rumah. Tentunya, dengan memberikan langsung kepada orang-orang yang membutuhkan. Atau, bisa juga dengan memasukkan ke kotak-kotak infaq yang sudah banyak tersedia oleh lembaga-lembaga penyalur infaq dan shodaqoh. Salah satunya adalah melalui KOIN LAZISNU atau Kotak Infaq LAZISNU, yang disebarkan di banyak lokasi yang mudah dijangkau. 



KONSEP MENABUNG 


Mengajarkan anak untuk menabung itu, tidak semudah yang kita kira. Namun tetap, mengajarkan anak manfaat menabung itu harus segera dimulai sejak dini. Hesti mengatakan, konsep menabung ini paling cocok diajarkan ketika si anak sudah memasuki usia SD. Karena anak SD, istilahnya sudah memegang uang sendiri (uang saku). 

Ada tips dari Hesti saat mengajari anak menabung secara bertahap supaya tidak terkesan memaksa
  • Beri uang secukupnya ketika si anak menginginkan sesuatu. Sampaikan bahwa uang itu harus cukup untuk membeli barang yang dia inginkan. Hal ini untuk mengajarkan tanggung jawab pada anak atas uang yang dia punya.
  • Selang beberapa waktu, giring anak untuk menyisikan uangnya untuk ditabung. Tentunya, dengan kalimat yang sederhana, komunikatif, dan tidak memaksa. 

Hesti melengkapi penjelasannya, bahwa mengajarkan empat konsep keuangan yang sehat bagi anak itu, perlu juga memperhatikan dua hal. Apa saja? 
  • Beri kebebasan kepada anak untuk berfikir dan menyampaikan pendapatnya. Hal ini bertujuan supaya kegiatan berfikir si anak tidak berhenti dan dimatikan oleh pendapat otoriter orang tua.
  • Selalu gunakan komunikasi yang baik dan enak didengar, saat mengajarkan empat konsep di atas. 
Bagimana Bapak Ibu? Sudah memiliki gambaran cara mengajarkan konsep keuangan yang sehat pada anak-anak kita? Semoga artikel ini membantu ya! 

5 komentar on "4 Konsep Mengajarkan Keuangan Yang Sehat Pada Anak"
  1. Terimakasih mama arkananta atas apresiasinya bergabung di obrolan santai melalui live IG saya, dan oleh mama arkananta dikemas sangatt cantikkk melalui tulisan yang ada di link ini.. terimakasih banyak.. mam,saya ijin share link ini ke grup2 wa yang sy punya boleh kah mam? 🙏🙏

    BalasHapus
  2. Ini ilmu yang saya cari sejak lama Mbak... Seringkali bingung gimana agar anak saya cerdas dan punya konsep keuangan yang sehat sejak dini.

    Oh ya, yang paling penting juga adalah komunikasi yang baik kepada anak. Tidak jarang orang tua yang merasa lelah mencari nafkah bisa mengatakan kata-kata kurang enak kepada anak. Sehingga anak sakit hati. Memang anak jadi sadar susahnya mencari uang, tapi bisa juga menganggap dirinya telah menjadi beban bagi orang tuanya.

    Pernah saya mendengar tetangga bilang ke anaknya yang sudah SMA "kamu tau nggak, kalau dalam agama kewajiban orang tua menafkahi anaknya itu hanya sampai umur 15 tahun?" Sontak si anak tampak sedih.

    Ada juga saudara suami yang selalu membesar-besarkan harga barang yang ia beli untuk anaknya. Bukan untk bercanda, tapi memang ungkapan ingin agar anaknya mungkin menghargai barang yang ia beli. Misal, setelah beli susu, si ayah bilang harga susunya 100rb padahal 45rb. Itu sering ia lakukan dan anak yang masih kelas 1 SD pun percaya begitu saja. Sampai lama kelamaan anaknya mulai ragu karena ia mendapati ayahnya mengatakan bahwa harga sebuah jajanan yang si Anak sering beli itu beda dengan apa yang dikatakan ayahnya.

    Saya sih cukup miris Mbak kalau orang tua melampiaskan lelahnya mencari nafkah dengan cara seperti itu. Menurut mbak, tindakan seperti itu gimana efeknya bagi anak soal uang?

    BalasHapus
  3. baguss nih konsepnya, ijin praktekin bund

    BalasHapus
  4. Ketika anak udah mulai mengerti uang, tiap hari harus sedia buat beli jajan. hihihi

    BalasHapus
  5. waini anak bungsuku kadang masih menganggep klo bapaknya tu bisa bikin uang sendiri jadi klo cerita enak bener tanpa beban besok ak jajanin rumah baru ya... bapake yang denger megap2 mbak hahahaha

    BalasHapus

Jangan lupa kasih komen setelah baca. Tapi dimoderasi dulu yak karena banyak spam ^____^

Custom Post Signature

Custom Post  Signature